Mencari Sosok Playmaker Politik di Kota Parepare
Oleh: Rusdianto Sudirman
Dosen Hukum Tata Negara IAIN Parepare
SUARATA.Com,PAREPARE–Kota Parepare tengah menghadapi kebuntuan serius dalam perumusan kebijakan strategis pemerintahan. Ketegangan antara Wali Kota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sudah melewati batas kompromi administratif. Kondisi ini tidak hanya memperlambat pembangunan daerah, tetapi juga menciptakan ketidakpastian pelayanan publik yang justru akan ditanggung oleh masyarakat.

Deadlock bukanlah hal baru dalam politik lokal. Namun, ketika stagnasi ini berlangsung terlalu lama dan disertai dengan saling sandera antar lembaga, maka bukan hanya tata kelola pemerintahan yang terganggu, tetapi juga legitimasi demokrasi lokal ikut terancam.
Di sinilah urgensi kehadiran seorang playmaker politik sosok negosiator yang memiliki kredibilitas, netralitas, dan kemampuan komunikasi yang kuat untuk membuka simpul kebuntuan.
Konflik antara eksekutif dan legislatif pada dasarnya adalah bagian dari dinamika sistem presidensial di tingkat lokal. Namun ketika perbedaan pandangan tidak lagi diselesaikan melalui instrumen dialog dan deliberasi, melainkan bergeser menjadi perang dingin, maka sesungguhnya telah terjadi kegagalan komunikasi politik. Di Parepare, kegagalan ini tampak dalam tarik menarik kepentingan antara dua institusi kunci. Wali Kota sebagai pengendali kebijakan eksekutif dan DPRD sebagai pemegang kuasa penganggaran.
Saling sandera ini bisa berupa penolakan DPRD terhadap program prioritas Wali Kota dengan cara menunda pembahasan anggaran, atau sebaliknya, eksekutif yang mengabaikan aspirasi DPRD dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Dalam skenario semacam ini, tak ada pemenang. Yang rugi adalah publik.
Dalam situasi kebuntuan seperti ini, tidak cukup hanya mengandalkan mekanisme formal seperti musyawarah paripurna atau forum-forum resmi lainnya. Diperlukan kehadiran figur yang mampu menjembatani kepentingan, bukan dengan cara menciptakan kompromi semu, tetapi dengan membangun komunikasi politik yang jujur, terbuka, dan strategis.
Sosok playmaker ini idealnya adalah tokoh yang tidak memiliki kepentingan elektoral jangka pendek. Ia bisa datang dari kalangan akademisi, tokoh masyarakat, pemimpin organisasi keagamaan, mantan birokrat, atau bahkan politisi senior yang telah melewati fase kompetisi dan kini berada dalam posisi netral. Yang terpenting, ia dihormati oleh kedua belah pihak dan mampu menjadi katalisator dialog.
Playmaker politik bertugas menyusun narasi bersama (shared narrative), membangun ruang dialog informal, dan merumuskan peta jalan negosiasi (negotiation roadmap). Ia tidak mengambil alih peran lembaga formal, tetapi mengisi kekosongan ruang komunikasi yang selama ini tidak berjalan.
Parepare sebagai kota dengan potensi strategis di Sulawesi Selatan, tidak boleh dibiarkan terjebak dalam polarisasi elitis yang menghambat pembangunan. Perlu dibangun kembali trust antar aktor politik lokal. Dalam banyak studi demokrasi lokal, kepercayaan adalah prasyarat utama dari konsensus. Tanpa itu, segala dokumen perencanaan hanya menjadi tumpukan kertas yang tak bermakna.
Sosok playmaker bukan hanya solusi sementara, tetapi bisa menjadi awal dari pembentukan political support system yang baru. Jika selama ini relasi eksekutif legislatif didasarkan pada patron klien atau transaksi politik, maka kini saatnya membuka ruang baru yang berbasis komunikasi deliberatif, kolaborasi, dan orientasi pada kepentingan publik.
Parepare membutuhkan lebih dari sekadar solusi teknis, kota ini memerlukan pendekatan politik yang humanis dan inklusif. Sosok negosiator politik yang netral dan dihormati bisa menjadi kunci untuk keluar dari kebuntuan anggaran. Jangan biarkan masyarakat menjadi korban dari ego politik yang tidak terkendali.
Saatnya para elit politik di Parepare membuka ruang dialog, mengundang playmaker lokal, dan meletakkan kembali fondasi etika politik yang menempatkan rakyat sebagai pusat orientasi kebijakan. Demokrasi lokal hanya akan hidup jika para aktornya bersedia menanggalkan ego dan membangun jembatan komunikasi demi masa depan bersama.(*)

