Gunakan Pendekatan Etnografi DP3A Sulsel Gandeng Pakar Kesehatan Bahas Isu Reproduksi Masyarakat

Gunakan Pendekatan Etnografi DP3A Sulsel Gandeng Pakar Kesehatan Bahas Isu Reproduksi Masyarakat

SUARATA.Com,MAKASSAR–Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A DALDUK KB) Sulawesi Selatan (Sulsel), melakukan Penyusunan Panduan Strategi Operasional, Promosi dan Konseling Kesehatan Reproduksi, Berbasis Kearifan Lokal.

Kegiatan yang dibuka oleh Kadis, DP3A DALDUK KB Sulsel, Andi Mirna, dengan menghadirkan pakar kesehatan reproduksi, Arlin Adam, dan organisasi profesi bidang kesehatan serta instansi terkait, berlangsung di Kantor Gubernur Sulsel, Kamis (1/8/2024).

Kadis DP3A DALDUK KB Sulsel, Andi Mirna, mengatakan, kesehatan reproduksi menjadi persoalan yang pelik atau cukup aneh. Sebab, isunya sarat dengan makna budaya yang seringkali mengalami benturan.

Karena itu, upaya promosi dan kampanye yang dilakukan, belum mencapai hasil yang memuskan.

Dia menambahkan, di Sulawesi Selatan, sejumlah permasalahan kesehatan reproduksi masih terjadi seperti kasus aborsi, pernikahan dini, kasus HIV dan AIDS, dan angka kematian ibu dan anak.

“Sehingga, hal tersebut yang menjadi latar belakang strategi pengjajian ini dilakukan,” katanya dalam sambutannya.

Terlebih lagi, sambung Mirna, kesehatan reproduksi tentu erat hubungannya, dengan program prioritas pemerintah.

Seperti, percepatan penurunan stunting, penanggulangan kemiskinan ekstrim, pengendalian inflasi, dan pencegahan gizi buruk.

“Saya harapkan agar dilakukan integrasi isu dalam kegiatan, agar operasional strateginya lebih efektif,” pungkasnya.

Sementara, pakar kesehatan reproduksi, Arlin Adam, mengungkapkan, metode pendekatan etnografi masyarakat Sulsel, dalam memetakan isu-isu kearifan lokal yang beriringan dengan konsepsi kesehatan reproduksi, dinilai perlu untuk mulai dilakukan.

Sebab, kata Arlin Adam, yang juga merupakan tim Asistensi Komisi Penanggulangan AIDS. Masyarakat Sulsel terdiri dari 4 etnik besar, yakni Makassar, Bugis, Toraja, dan Mandar.

Semua etnis itu, memiliki sistem pengetahuan lokal dan ritual budaya, yang seringkali menjadi standar nilai dan norma, dalam mengembangkan tingkah lakunya.

“Sehingga, memang perlu dilakukan identifikasi makna-makna kultural, yang dipahami setiap etnis yang berkaitan dengan perilaku kesehatan reproduksi, sebagai sarana komunikasi efektif dalam perubahan perilaku masyarakat,” jelasnya Prof Arlin sapaannya.

Dia menambahkan, kemampuan literasi masyarakat mengenai kesehatan reproduksi dinilai sangat kurang. Hal itu merupakan efek dari terlalu lama masyarakat dibungkam oleh tradisi.

“Contoh sederhana, seperti anak-anak yang dilarang membicarakan seksualitas, secara terbuka,”pungkasnya.

Pada kesempatan itu, dia berharap kolaborasi pendekatan dan strategi tersebut, dapat digunakan oleh para penyuluh lapangan, untuk peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat, terhadap permasalahan kesehatan reproduksi.

“Baik itu tingkatan anak-anak, remaja, dewasa, hingga lansia. Agar paham kesehatan reproduksi dipahami menyeluruh oleh masyarakat,” tandasnya.

Bagikan: