Pengamat: Rencana Sertifikasi Halal Transportasi Logistik Tidak Realistis

Pengamat: Rencana Sertifikasi Halal Transportasi Logistik Tidak Realistis

SUARATA, Jakarta — Rencana pemerintah untuk menerapkan sertifikasi halal pada angkutan transportasi logistik jalan raya menuai kritik dari berbagai pihak.

Bambang Haryo Soekartono (BHS), seorang pengamat transportasi, menilai kebijakan tersebut tidak berdasarkan pertimbangan menyeluruh dan terkesan mengada-ada.

BHS, yang juga terpilih sebagai anggota DPR-RI periode 2024-2029, menyatakan bahwa sektor transportasi logistik jalan raya tidak memungkinkan untuk diterapkan sertifikasi halal.

“Transportasi itu selalu bergerak. Arah dan tujuannya tidak bisa diketahui oleh Pemerintah. Bahkan pemilik truk pun sulit mengetahui pergerakan yang dilakukan oleh pengemudi,” ujarnya.

Menurut BHS, jika sertifikasi halal diterapkan pada transportasi, maka pengemudi dan infrastruktur jalan raya juga harus mendapatkan sertifikasi yang sama.

“Apakah BPJPH selaku pemegang otoritas standar kehalalan sanggup untuk memantau 6 juta truk yang ada di seluruh Indonesia?” tanyanya.

Ketua Harian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Timur ini juga menyoroti potensi dampak ekonomi dari kebijakan tersebut.

Ia memperingatkan bahwa biaya sertifikasi yang mahal akan menambah beban biaya logistik di Indonesia, yang saat ini masih cukup tinggi dengan indeks sebesar 14 persen.

“Jika alat transportasi logistik belum bersertifikat halal, berarti tidak bisa digunakan untuk mengangkut produk industri yang memiliki sertifikat halal. Ini akan menyebabkan kesulitan dan kenaikan tarif,” jelasnya.

BHS juga mengungkapkan bahwa Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO) mengancam akan melakukan mogok nasional jika kebijakan ini dipaksakan.

“Pasti ekonomi negara akan menjadi korban. Semua produk industri, pangan, dan lain-lain akan kesulitan sampai ke pengguna, maka akan terjadi kelangkaan barang,” tegasnya.

Sebagai penutup, BHS menyarankan agar pemerintah membuat kebijakan yang logis dan bertujuan untuk menumbuhkan ekonomi, bukan malah berpotensi menghancurkan ekonomi Indonesia.

Bagikan: